Minggu, 11 Desember 2016

Rekomendasi Wisata Seru

 Air Terjun Asin Di Lombok


   PULAU Lombok banyak menyimpan keindahan alam yang tidak biasa. Salah satunya adalah air terjun asin yang berada di Pantai Nambung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

   "Will come to: Nambung bich." Tulisan selamat datang dengan aksen lokal ini dipasang penduduk setempat untuk menunjukkan lokasi Pantai Nambung.

   Hamparan pasir merica dan ombak Pantai Nambung yang tenang, seolah menyambut kedatangan wisatawan di pantai ini. Pantai Nambung memiliki bibir pantai cukup luas dengan pemandangan laut lepasnya yang indah serta jajaran perbukitan yang mengelilingi pantai.

   Selain keelokan alamnya, pengunjung dapat melihat langsung deretan rumput laut yang tertata rapi di sepanjang bibir pantai. Sebab selain untuk mencari ikan, penduduk setempat memanfaatkan pantai ini sebagai tempat budidaya rumput laut.

   Pantai Nambung terletak di Dusun Pengantap, Desa Buwun Emas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB. Dari Kota Mataram, perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan mobil maupun sepeda motor selama dua jam perjalanan.

   Lokasi 'air terjun' asin ini berada di ujung Pantai Nambung. Untuk dapat mencapainya, kita harus berjalan kaki menyusuri pasir dan bebatuan di pesisir Pantai Nambung.

   Meski jarak tempuh ke lokasi tidak terlalu jauh. Namun pengunjung harus melewati hamparan pasir seperti butiran merica yang membuat kaki terasa berat melangkah. Demikian juga saat melewati bebatuan, pengunjung diharapkan hati-hati karena cukup rawan.

   Selain berjalan kaki, ada alternatif lain untuk bisa mencapai lokasi. Pengunjung dapat menyewa perahu milik nelayan setempat untuk mencapai lokasi air terjun. Cukup merogoh kocek Rp 10.000 pengunjung bisa berperahu sambil menikmati sekeliling Pantai Nambung.

   Jika pantai sedang surut, di balik tebing bebatuan di ujung Pantai Nambung terdapat kolam alami yang terletak di tengah-tengah jajaran batu karang. Disanalah lokasi 'air terjun' asin berada.

   Buih ombak putih yang menerjang karang, membentuk aliran air di antara bebatuan sehingga terbentuk sebuah air terjun asin. Pemandangan inilah yang selalu ditunggu setiap pengunjung yang datang ke tempat ini.

   Sensasi air terjun asin di Pantai Nambung ini pun kian santer diperbincangkan di dunia maya. Tidak heran, makin banyak orang yang penasaran dan ingin melihat tempat ini. Meski harus menempuh medan yang cukup berat, namun rasa lelah akan terbayar dengan pemandangan alam yang menawan.

Sekedar info Guys 

   Menurut penduduk setempat, Pantai Nambung semakin ramai dikunjungi beberapa bulan terakhir. Kebanyakan dari mereka adalah kaum muda yang penasaran akan keberadaan 'air terjun' ini. Banyaknya pengunjung yang mulai datang ke tempat ini memberikan dampak positif bagi warga setempat. Daerah yang semula sepi kini ramai dikunjungi wisatawan.

   Dengan menyediakan jasa parkir di halaman rumahnya, warga mendapat penghasilan yang cukup. Selain itu pedagang asongan juga mulai hidup dengan banyaknya pengunjung. Hanya saja pintu masuk ke tempat ini masih belum tertata dengan baik.

   Selain fasilitas, masalah sampah masih menjadi problem di tempat pariwisata. Belum ada sarana kebersihan seperti tong sampah. Hal itu diperparah dengan perilaku pengunjung yang kerap membuang sampah di sekitar lokasi wisata. Masalah ini harus menjadi perhatian bersama, baik pemerintah setempat maupun pengunjung.

Senin, 05 Desember 2016

Bencana apa yang akan Terjadi Bila Hutan Kita Rusak?


1. Perubahan iklim
   Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer, dimana hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas tersebut. Selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa hutan adalah paru-paru bumi. Pada saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem.

   Dengan adanya deforestasi, jumlah karbondioksida (CO2) yang dilepaskan ke udara akan semakin besar. Kita tahu bahwa karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang paling umum. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika serikat menyatakan bahwa CO2 menyumbang sekitar 82% gas rumah kaca di negara tersebut.

   Menurut seorang Profesor ilmu lingkungan di Lasell Collage Newton, Massachusets menyatakan bahwa deforestasi tidak hanya mempengaruhi jumlah karbondioksida yang merupakan gas rumah kaca, akan tetapi deforestasi juga berdampak pada pertukaran uap air dan karbondioksida yang terjadi antara atmosfer dan permukaan tanah yang berkaitan dengan terjadinya perubahan iklim, dimana perubahan konsentrasi yang ada di lapisan atmosfer akan memiliki efek langsung terhadap iklim di Indonesia ataupun di dunia.

2. Kehilangan berbagai jenis spesies
   Deforestasi juga berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis spesies yang tinggal di dalam hutan. Menurut National Geographic, sekitar 70% tanaman dan hewan hidup di hutan. Deforestasi mengakibatkan mereka tidak bisa bertahan hidup disana. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kepunahan spesies.Hal ini bisa berdampak di berbagai bidang, seperti di bidang pendidikan dimana akan musnahnya berbagai spesies yang dapat menjadi object suatu penelitian.
Selain itu, dibidang kesehatan deforestasi bisa berakibat hilangnya berbagai jenis obat yang bisanya bersumber dari berbagai jenis spesies hutan.

3. Terganggunya siklus air
   Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus air, yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya akan dilepaskan ke atmosfer. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon yang ada di bumi, maka itu berarti kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam bentuk hujan juga sedikit.

   Nantinya, hal tersebut dapat menyebabkan tanah menjadi kering sehingga sulit bagi tanaman untuk hidup. Selain itu, pohon juga berperan dalam mengurangi tingkat polusi air, yaitu dengan menhentikan pencemaran. Dengan semakin berkurangnya jumlah pohon-pohon yang ada di hutan akibat kegiatan deforestasi, maka hutan tidak bisa lagi menjalankan fungsinya dalam menjaga tata letak air.

4. Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah
   Word Wildlife Fund (WWF) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1960, lebih dari sepertiga bagian lahan subur di bumi telah musnah akibat kegiatan deforestasi. Kita tahu bahwa pohon memegang peranan penting untuk menghalau berbagai bencana seperti terjadinya banjir dan tanah longsor.

   Dengan tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa menyerap dengan baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju aliran air di permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain itu, air hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi tanah atau tanah longsor.

5. Mengakibatkan kekeringan
   Dengan hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan berimbas pada musim kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga Ini akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan.

6. Rusaknya ekosistem darat dan laut
   Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan. Itu berarti bahwa hutan merupakan salah satu  sumber daya alam hayati yang ada di bumi ini. Kegiatan deforestasi hutan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan kepunahana bagi kekayaan alam tersebut itu sendiri maupun kekayaan alam lainnya yang ada di tempat lain seperti di laut. Kerusakan hutan yang terjadi akan membawa akibat terjadinya banjir maupun erosi yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah menuju ke laut yang nantinya akan mengalami proses sedimentasi atau pengendapan di sana. Hal tersebut  tentu saja bisa merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan serta terumbu karang.

7. Menyebabkan Abrasi pantai
   Eksploitasi hutan secara liar tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab di kawasan hutan yang ada di darat saja. Kegiatan tersebut juga bisa dilakukan terhadap hutan-hutan mangrove yang berfungsi untuk melindungi pantai dari terjangan gelombang dan badai  yang berada di pesisir pantai.  Jika hal tersebut terus dibiarkan, akan berakibat terjadinya abrasi pantai .

8. Kerugian ekonomi
   Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam, sebagian masyarakat menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika hutan rusak, maka sumber penghasilan mereka pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan bisa menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan sulit dipergunakan untuk bercocok tanam.
Selain itu, kerusakan hutan bisa memicu terjadinya berbagai macam bencana yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian, baik itu kerugian material maupun non material. Banyak orang yang kehilangan lahan, tempat tinggal, maupun anggota keluarga akibat bencana seperti banjir dan tanah longsor.


9. Mempengaruhi kualitas hidup
   Terjadinya erosi tanah sebagai akibat kerusakan hutan dapat mengangkut partikel-partikel tanah yang mengandung zat-zat berbahaya seperti pupuk organik memasuki danau, sungai, maupun sumber air lainnya. Ini akan berakibat penurunan kualitas air yang berada di daerah tersebut. Dengan kualitas air yang buruk akan berdampak pada tingkat kesehatan yang buruk pula.

   Dari uraian di atas, kita bisa tahu bahwa hutan memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi kehidupan makhluk-makhluk di sekitarnya, khususnya bagi manusia. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu berupaya menjaga hutan kita agar tetap lestari. Upaya-upaya yang bisa dilakukan antara lain adalah dengan melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan-hutan yang gundul. Dengan Meskipun reboisasi tidak akan benar-benar bisa memperbaiki kerusakan dan kepunahan ekosistem di hutan, akan tetapi kegiatan tersebut dapat memfasilitasi hal-hal berikut ini :
 
  • Mengembalikan fungsi dari ekosistem hutan seperti menyimpan karbon, sebagai sumber cadangan air         tanah, serta sebagai tempat hidup bagi berbagai jenis satwa.
  • Mengurangi jumlah karbondiaoksida yang ada di udara, sehingga udara menjadi lebih bersih dan sehat.
  • Membangun kembali habitat satwa liar



  • Sumber : http://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hutan/dampak-akibat-kerusakan-hutan

    Minggu, 04 Desember 2016

    Manfaat Hutan Bagi Kehidupan

    Manfaat Hutan Bagi Kehidupan Manusia

       Manfaat Hutan Bagi Manusia - Siapa yang tak tahu kalau hutan merupakan paru-paru dunia. Di tempat yang bernama hutan inilah banyak makhluk hidup yang menjalani hidupnya. Disini tidak hanya tumbuhan saja yang ada di hutan. Bahkan banyak juga hewan atau flora yang menikmati kehidupan dengan bebas di hutan. Manfaat hutan bagi kehidupan juga dianggap sudah sebagai kebutuhan pokok dan sungguh tak ternilai harganya. 
    manfaat hutan bagi manusia

      Tanpa keberadaan hutan sebagai paru-paru dunia, sudah pasti dunia ini akan merasa kepanasan. Ketersediaan air juga dipengaruhi oleh hutan. Hutan mampu menyimpan air yang banyak. Sehingga air tak langsung lolos menuju ke bawah. 
       Polusi udara yang terjadi di kota-kota baik itu kota biasa maupun industri juga akan terkurangi. Sehingga dengan berkurangnya polusi udara, maka sejumlah penyakit juga tak akan terjadi. Penyakit-penyakit tersebut pastinya akan berkaitan dengan pernafasan. Dengan produksi oksigen yang dilakukan oleh pepohonan, udara akan menjadi segar. 

    Manfaat Hutan Bagi Kehidupan

    Hutan bermanfaat sebagai penyerap serta penyimpan karbon
       Hutan merupakan tempat hidup pepohonan. Diasana banyak pohon-pohon yang hidup. Pohon inilah yang berfungsi dalam menyerap CO2 atau Karbondioksida lalu memprosesnya dalam siklus fotosintesis. Karbon ini akan diubah menjadi glukosa atau karbohidrat, biasanya kalau tanaman tahunan akan menjadi selulosa. Sehinggadenagn ini,ia juga akan beguna dalam mengatur iklim pada permukaan bumi. 
    Hutan dapat digunakan untuk mengantungkan hidup
       Banyak pekerjaan yang dilakukan. Begitu pula dihutan. Hutan adalah sumber kehidupan. Bahkan seringkali digunakan untuk ladang penghasilan. Diantaranya yaitu degan pemanfaatan kayu yang ada di hutan. Namun perlu diingat, penebangan harus dipilih dan diseleksi. Selain itu, perlu juga adanya penanaman kembali. Ini gunanya agar kelestarian hutan tetap terjaga. 
    Hutan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
       Benar sekali, hutan menyediakan kayu yang berlimpah. Kayu-kayu tersebut bisa kita manfaatkan untuk membuat berbagai peralatan ataupun furnitur. Selain itu karena ia menjadi tempat tinggal berbagai makhluk hidup. Sehingga hutan juga menyediakan berbagai makanan yang bisa kita makan. Selain itu huan juga menyediakan madu alami yang bisa diburu dan dipanen. Bahkan banyak juga tanaman herbal yang bisa dimanfaatkan. 
    Hutan dapat menjadi habitat alami untuk hewan dan makhluk lainnya
       Banyak hewan yang tinggal di hutan. Tentu saja ini karena dihutan tersedia banyak makanan yang dapat membuat hewan tetap hidup, bertahan dan tetap lestari. Makanya melestarikan hutan adalah hal yang wajib, selain dapat menyediakan oksigen, ia juga dapat melestarikan apa-apa saja yang ada di dalamnya. 
    Bermanfaat untuk mencegah terjadinya banjir
       Hutan juga berfungsi dalam mencegah banjir. Kenapa? Ini bukan lain karena akar-akar pada tanaman yang ada di hutan. Akar ini mampu membuat tanah kuat dan anti longsor. Sehingga kita harus menjaga kelestariannya. Jangan biarkan masyarakat atau bahkan keliuarga Anda tertimpanya. 
    Sebagai sumber oksigen
       Hutan menyediakan oksigen untuk kita. Oleh karena itulah, ia sering disebut dengan sebutan paru-paru dunia. Hal ini terjadi karena di hutan terdapat banyak tanaman ataupun pepohonan. Meraka akan melakukan fotosintesis setiap harinya. Dalam proses fotosintesis, tanaman akan membutuhkan air, unsur hara mineral dan cahaya yang kemudian akan menghasilkan oksigen dan karbohidrat.
    Menyimpan sumber cadangan air
       Akar-akar pepohonan selain menjaga tanah dari longsor karena banjir. Ia juga mampu membuat air bertahan di permukaan bumi. Jadi cadangan air terbanyakterdapat di hutan. Masihkah Anda ingin tetap merusak hutan?
    Membantu mencegah erosi dan tanah longsor
       Akar yang kuat akan merekatkan tanah. Ia juga akan menahan tanah dari longsor dan erosi. Pohon akan menguatkannya secara alami. Jadi jika ada perbukitan dengan kemiringan tertentu, ia harus ditanamai dengan pohon supaya tidak terjadi longsor. 
    Sebagai tempat wisata keluarga 
       Hutan merupakan salah satu tempat wisata yang menarik. Pesona alamnya sangat tinggi. Apalagi apabila hutan yang akan dikunjungi merupakan hutan yang sangat terawat. 
    Menjadi tempat riset dan studi biologi
       Hutan juga memiliki beragam jenis satwa. Mereka bisa digunakan dalam studi riset dan juga keperluan studi lainnya. Hutan merupakan sumber studi yang sangat diminati bagi para pakar ekosistem.
     
     
     
     
     

    Jumat, 02 Desember 2016

    Beberapa Bencana Alam yang terjadi Akibat Pemanasan Global

    1.Gletser Menciut




     Gletser adalah daratan yang terbuat dari es. Gletser bakal ikut meleleh dan menciut seiring dengan bertambahnya suhu bumi. Suhu bumi meningkat karena tingginya emisi gas rumah kaca di atmosfer. Selama tahun 1990- 2005 saja suhu bumi naik 0,15 - 0,3 derajat celcius. Gletser Himalaya yang memasok air ke sungai Gangga sekaligus menyediakan irigasi dan suplai air minum untuk 500 juta penduduk,menyusut 37 meter pertahun.Gletser di kutub semakin cepat mencair hingga membuat permukaan air laut di bumi naik.

    2. Pulau Tenggelam




    Indonesia , Amerika Serikat, dan Bangladesh adalah beberapa negara yang paling terancam tenggelam. Bahkan beberapa pulau di Indonesia sudah hilang tenggelam. Ini disebabkan mencairnya permukaan gletser di kutub yang membuat volume air laut meningkat drastis. Menyusutnya hutan bakau memperparah pasangnya air laut. Sekarang saja pasang air laut Pantai Kuta telah membanjiri beberapa lobi hotel disekitarnya. Pulau Jawa juga bernasib sama , sampai saat ini permukaan Teluk Jakarta sudah naik 0,8 cm. Dan kalau suhu bumi terus naik , tahun 2050 derah-daerah Jakarta dan Bekasi seperti Kosambi , Penjaringan , Cilincing , Muaragembong , dan Tarumajaya akan terendam.

    3. Badai




    Badai memang bisa terjadi karena kehendak alam. Tapi suhu air yang menghangat akibat global warming mendukung terjadinya badai yang jauh lebih kuat dan besar. Beberapa tahun belakangan ini , negara-negara di Eropa, Amerika, dan Karibia telah mengalami begitu banyak badai dibandingkan abad sebelumnya. Bahkan badai-badai tersebut bukan cuma badai biasa, namun masuk kategori badai mematikan , seperti badai katrina,badai ike, badai nargis, badai rita,dll.

    4. Gelombang Panas




    Tahun 2003 lalu, Eropa diserang gelombang panas alias heat wave , yang menewaskan banyak orang. Mengejutkan ! Tapi bencana ini sudah diperkirakan ratusan tahun yang lalu , tepatnya tahun 1900 oleh para ilmuwan di masa itu . Gelombang panas memang pernah terjad beberapa kali di bumi , namun belakangan ini makin sering terjadi. Dan diperkirakan 40 tahun lagi frekwensinya akan meningkat 100 kali lipat.

    5. Kekeringan




    Afrika, India, dan daerah-daerah kering lainnya bakal menderita kekeringan lebih parah ! Air akan makin sulit di dapat dan tanah tak bisa ditanami apa-apa lagi, hingga suplai makanan berkurang drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara Afrika akan menurun 50 % di tahun 2020 , dan tingkat kekeringan di dunia meningkat 66 % . Tak terbayang kalau kekeringan ini sampai terjadi di bumi ini.

    6. Perang dan Konflik


    Negara yang kekurangan air dan bahan pangan kemungkinan besar akan mengalami panik dan berubah jadi agresif. Lalu bukan tak mungkin mereka berusaha saling merebut lahan yang belum rusak.

    7. Penyakit Merajalela





    Malaria, demam berdarah , ebola , dan banyak penyakit yang dulu cuma di anggap sebagai penyakit negara tropis , bisa menyebar ke berbagai negara Eropa yang dikenal dingin. Penyebabnya apalagi kalau bukan banjir atau kekeringan yang mengundang banyak hewan pembawa penyakit bersarang disana!!!

    8. Perekonomian Kacau

    Ladang pertanian dan perkebunan yang biasanya menghasilkan akan musnah oleh banjir atau kekeringan. Penduduk akan dibuat makin menderita karena stok bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya akan jauh berkurang dan harganya pasti akan melambung naik. Pemerintah juga membutuhkan biaya yang banyak untuk membangun kembali wilayah yang terkena bencana dan menanggulangi penyakit yang mewabah.

    9. Ekosistem Hancur





    Perubahan iklim yang terjadi akibat global warming akan menghancurkan ekosistem yang ada. Setelah sebagian mahkluk hidup di bumi musnah akibat bencana kekeringan, banjir , badai, atau ditenggelamkan air laut, mahkluk hidup yang tersisa bakal mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Penyebabnya adalah berkurangnya sumber air , udara bersih, bahan bakar , sumber energi , bahan makanan, obat-obatan yang dibutuhkan untuk survive.

    10. Mahkluk Hidup Punah





     Sebanyak 30 % mahkluk hidup yang ada sekarang bakal musnah tahun 2050 kalau temperatur bumi terus naik. Spesies yang punah ini kebanyakan yang habitatnya di tempat dingin . Hewan-hewan laut diperkirakan banyak yang tak bisa bertahan setelah suhu air laut jadi menghangat. Kalau tumbuhan dan hewan makin berkurang, jelas manusia akhirnya terancam karena kekurangan bahan makanan.






    Sumber : http://yoszuaccalytt.blogdetik.com/2010/03/21/10-bencana-besar-akibat-global-warming/

    Kamis, 01 Desember 2016

    Apa itu Pemanasan Global ?

      Pemanasan global

       
      Anomali suhu permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada suhu rata-rata dari 1940 sampai 1980.

      Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
      Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

      Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.

      Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

      Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

      Penyebab pemanasan global

      Efek rumah kaca

      Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.

      Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
      Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

      Efek umpan balik

      Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).[3] Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

      Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke empat.[3]

      Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.[4] Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.

      Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.

      Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.[5]

      Mengukur pemanasan global

       
      Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
      Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
      Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
      Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.

      Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.

      Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
      IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]

      Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.

      Model iklim

       
      Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
       
      Para ilmuwan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar dinamika fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat.[16] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca pada masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu rentang tertentu.

      Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.

      Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.[17] Model-model ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
      Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim pada masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas rumah kaca, biasanya dari laporan Khusus terhadap skenario emisi (Special Report on Emissions Scenarios/SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif.[18][19][20]

      Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini.[21] Saat ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.

      Dampak pemanasan global

      Para ilmuwan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

      Iklim mulai tidak stabil

      Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

      Daerah yang hangat akan menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini[22]. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.

      Peningkatan permukaan laut

       
      Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
       
      Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inci) pada abad ke-21.

      Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

      Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Everglades, Florida.

      Suhu global cenderung meningkat

      Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

      Pengendalian pemanasan global

      Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global pada masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim pada masa depan.
      Kerusakan yang parah dapat di atasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin.
      Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

      Menghilangkan karbon

      Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

      Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.

      Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas karbon dioksida sama sekali.





      Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global

    Bencana Alam yang Menggemparkan ..

    2060, Persediaan Air Bumi Bakal Habis?

        Hasil penelitian terbaru soal ketersediaan kandungan air di Bumi baru saja diumumkan para ilmuwan National Academy of Sciences. Fakta temuan yang dibeberkan cukup mencengangkan. Diduga, umat manusia terancam akan kekurangan persediaan air pada tahun 2060.

       Seperti yang dilaporkan Nature World Report dan dikutip Rabu (18/11/2015), para ilmuwan awalnya menemukan kekurangan kandungan air di beberapa titik wilayah bagian utara Bumi. Seharusnya, kandungan salju yang mencair di bagian utara Bumi turut serta berkontribusi untuk menambah kandungan air Bumi.

    Namun, massa salju tersebut terus-menerus menyusut seiring berjalannya waktu. Bahkan, para ilmuwan mengungkap jumlah tumpukan salju mampu berkurang begitu cepat hanya dalam waktu satu tahun, dari periode 2014 sampai 2015. Jika hal ini terus menerus terjadi, maka dipastikan pada tahun 2060, Bumi akan kehabisan kuota air.

        Padahal, terdapat sekitar 2 miliar manusia yang menghuni bagian utara Bumi. Akibatnya, pihak pengelola air harus berpikir mengakali keterbatasan kandungan air jika tumpukan salju sudah tidak ada lagi di Bumi.

       Persediaan air yang terbatas ini pun mempengaruhi beberapa area, mulai dari lahan pertanian di California, Amerika Serikat, sampai area konflik Timur Tengah seperti Suriah dan Irak.
    Justin Mankin, penulis utama studi dari National Academy of Sciences dan ilmuwan dari Columbia University Earth Institute mengatakan bahwa pihak pengelola air di beberapa titik wilayah utara Bumi harus segera mengatur strategi terkait masalah serius ini.
    "Mereka (para pengelola air) harus segera bertemu dan membuat kesepakatan bahwa mereka harus menemukan alternatif ketika mereka tak bisa memanfaatkan tumpukan salju yang mencair lagi. Ini adalah pembahasan jangka waktu panjang, harus didiskusikan dari sekarang,"
       Dilanjutkan Mankin, penyebab dari habisnya tumpukan salju ini tak lain dan tak bukan adalah karena dampak pemanasan global.

       Bahkan, para pemimpin dunia menjadwalkan pertemuan untuk membahas isu tersebut pada akhir bulan ini hingga Desember mendatang. Rencananya, pertemuan tertutup ini akan dihelat di Paris.

     

    Sumber : http://tekno.liputan6.com/read/2367704/2060-persediaan-air-bumi-bakal-habis